Redaksi9.com - Tradisi siat sampian adalah tradisi yang berupa tarian sakral dimana dipentaskan oleh beberapa kelompok sutri atau serati banten yang umumnya adalah orang tua yang sudah berkeluarga serta kaum muda juru sirat yang telah memiliki restu/makaliyang.
Menurut Pemangku Pura Penataran Sasih, Ngakan Made Semara Putra, Siat Sampian memiliki arti kata yang bermakna perang dan Sampian adalah suatu rangkaian jejaitan/tetandingan upakara sebagai simbol aksara suci.
“Secara umum siat sampian adalah tarian peperangan untuk melawan hawa nafsu yang diungkapkan dengan ekspresi kegembiraan dan rasa senang untuk menyampaikan rasa syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa”ungkapnya saat ditemui di Pura Penataran Sasih pada hari Kamis 9 Maret 2023
Pementasan ini dilaksanakan pada saat Pon karya yaitu tiga hari setelah puncak karya piodalan maka dilaksanakan tarian-tarian yang bermakna sebagai ucapan syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala limpah rahmatnya.
"Tarian ini secara umum hanya dapat dipentaskan pada saat karya/piodalan di Pura Penatran Sasih yang tiba saat hari suci purnama sasih kasanga atau purnama kesembilan dalam kalender Umat Hindu di Bali," ujarnya
Ia menekankan tarian ini wujud penyampaian rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa bahwa telah melimpahkan rahmatNya untuk kesejahteraan umat manusia di Bumi ini.
“Di desa pejeng sendiri merupakan daerah agraris/pertanian yang daerahnya di apit oleh dua aliran sungai, sungai pekerisan dan sungai petanu maka di pejeng sendiri terdapat banyak sawah yang menghasilkan panen yang melimpah maka sebagai wujud bersyukur pada karya/piodalan disampaikan dengan tarian siat sampian," ungkapnya.
ia menyebutkan, bermacam sampian yang digunakan seperti sampian yang dibuat dari dangsil umumnya, serta sampian yang dipakai pada saat piodalan disekitaran utama mandala.
Ia menambahkan, tradisi tarian siat sampian memiliki satu sumber yang sama dengan tradisi siat sampai yang berada di Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu tetapi hanya penyebutan orang yang melakukan tarian tersebut yang berbeda sebutan yaitu Permas bukan Sutri.
Selain itu kaitan dengan Batara Manca merupakan suatu wilayah karena pejeng dahulu terdiri dari 30 banjar sekarang telah dimekarkan menjadi beberapa desa adat dan dinas.
“Dahulu pejeng adalah satu kesatuan pusat pemerintahan pada zaman Prabu Sri Kesamba Warmadewa desa pejeng memeiliki gelar ibu kota kerajaan sementara pada saat pemerintahan Dalem Pemayun pejeng sendiri sudah menjadi satu kesatuan desa adat seperti Pejeng Kangin, Pejeng Kaja, Pejeng Kawan , Pejeng Kelod dan Pejeng Tengah setelah terjadi untuk menyatukan wilayah sehingga tidak terjadi perpecahan maka Ida Sesuhunan masing-masing desa adat ikut menyaksikan/beristana di Pura Penataran Sasih selam masa 3 hari dalam rangkaian karya/piodalan," ungkapnya. (tri)