Redaksi9.com - Stunting saat ini merupakan salah satu masalah gizi yang menjadi fokus untuk ditanggulangi. Berdasarkan hasil Riskesdas Tahun 2018, prevalansi stunting balita di Indonesia masih 30,86%, sedang di Bali sebesar 21,9%. Artinya, saat ini posisi status gizi balita masih termasuk dalam kesehatan masyarakat. Walaupun angka stunting di Bali lebih rendah dibandingkan angka nasional, namun komponen terkait baik dari sektor kesehatan, Pemerintah, PKK, Masyarakat serta individu harus melakukan intervensi sensitif gizi dalam mengkolaborasikan kegiatan efektif dan berkesinambungan dalam mengurangi angka prevalansi stunting tersebut. Demikian terungkap dalam sambutan Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra saat membuka acara Diseminasi Serveilans Gizi, di Harris Hotel, Kuta, pada Selasa (30/7).
“Saya minta seluruh komponen terkait lakukan serveilans dengan baik, cermat dan tepat, sehingga data terkait akar permasalahan stunting itu kita temui, dan selanjutnya bisa membuat solusi dengan tepat”, ujar Sekda Dewa Indra.
Lebih lanjut, Sekda Dewa Indra mengatakan bahwa angka stunting sebesar 21,9% tidak semata-mata disebabkan oleh kemiskinan. Menurutnya, angka kemiskinan di Bali mencapai 4% , sedangkan jika dibandingkan dengan angka stunting saat ini maka angkanya lebih besar dibandingkan kemiskinan. “Untuk itu menurut saya ada banyak faktor yang mempengaruhi stunting ini, diantaranya gaya hidup dan asupan gisi makanan yang instan yang saat ini gemar dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk itu ini perlu diperluas lagi mencari tahu akar penyebab stunting itu apa sebenarnya, jadi saya minta lakukan suverilans dengan mendalam”, tuturnya.
Untuk itu, Sekda Dewa Indra berharap Pemerintah Provinsi Bali dengan menggandeng seluruh komponen terkait dapat meningkatkan intervensi sensitif gizi sehingga ke depan adanya satu visi dan platform semua stake holders terkait dalam upaya perbaikan gizi.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya mengatakan bahwa Indonesia termasuk dalam 47 negara dari 122 negara mempunyai masalah stunting pada Balita dan Anemia pada wanita usia subur (WUS). Menurutnya kemiskinan bukan merupakan faktor utama penyebab stunting, dimana kekurangan gizi pada awal kehidupan berdampak serius terhadap kualitas SDM di masa depan. Terjadinya kurang gizi menyebabkan kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, kecil, pendek, kurus serta daya tahan tubuh yang rendah. Oleh karena itu kebijakan perbaikan gizi saat ini mulai difokuskan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dengan pendekatan intervnsi spesifik dan sensitif. Berbagai langkah telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali untuk mengatasi angka stunting tersebut, diantaranya peningkatan surveilans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan; peningkatan akses dan mutu paket pelayanan kesehatan dan gizi; peningkatan promosi perilaku masyarakat tentang kesehatan gizi, sanitas, hygine dan pengasuahan, serta berbagai macam upaya lainnya. Untuk itu, dengan kegiatan yang diseminasi melibatkan lintas sektor ini dapat memberikan pengetahuan tambahan dan segera dapat membantu dalam memberantas angka stunting di Bali sehingga tercipta masyarakat Bali yang sehat, cerdas dan kuat sesuai visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
Acara yang akan berlangsung selama dua hari (30-31 Juli) tersebut juga dihadiri oleh Ketua PKK Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster yang turut bergabung dengan peserta diseminasi dalam mengikuti penjelasan materi dari Narasumber Direktur Gizi Masyarakat Kementrian Kesehatan RI Dodi Iswardi. (ira)