Gubernur Koster Muliakan Keluhuran Budaya Bali Guna Tingkatkan Kualitas Kehidupan Krama Bali

Gubernur Bali Wayan Koster



Redaksi9.com - Bali memiliki warisan adiluhung berupa Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, serta Kearifan Lokal yang sangat kaya, unik, unggul, agung, dan luhur. Adat Istiadat Bali menyatukan Manusia/Krama atau masyarakat Bali dalam tata-titi hukum adat, kebudayaan, tata pemerintahan, dan tata kemasyarakatan. Hal itu disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster dalam pidatonya, Sabtu (19/3) di Pura Luhur Batukau, Tabanan.

Ia menilai, kebijaksanaan luhur hukum adat menata Krama Bali dalam dimensi Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Etik dan etos, serta swagina Krama Bali membentuk kebudayaan yang khas, lentur, dan berdayaguna dalam membangun kesejahteraan bersama. Tata pemerintahan Desa Adat dikelola dalam semangat gotong royong sesuai dengan linggih, sesana, swadharma, dan swadikara. Adat Istiadat Bali yang terlembagakan dalam wadah Desa Adat sejak ribuan tahun telah menjadi benteng pertahanan peradaban Bali dari berbagai bentuk ancaman, guncangan, dan intervensi serta persaingan global.

 Pada setiap Desa Adat terdapat beragam tradisi luhur yang terwarisi turun temurun. Ragam tradisi berupa permainan rakyat (dedolanan), olahraga (cacepetan), pengobatan (usadha), pengetahuan (kawicaksanaan), arsitektur (undagi), kuliner (boga) dan tradisi lisan (satua) telah terwarisi sebagai sarana membangun jiwa dan raga Krama Bali.

Baca juga: Komitmen Gubernur Bali Wayan Koster dalam Menjaga Budaya Bali


  Nilai tradisi juga terwujud dalam seni-budaya yang merupakan kekayaan genuine Bali, antara lain: Seni Tari (Sasolahan), Seni Karawitan (Tetabuhan), Seni Pedalangan (Reringgitan), Seni Lukis (Meranggi), Seni Patung (Nogog), Seni Kriya (Pepatran), Bahasa-Aksara-Sastra (Nyastra), Desain (Reriptan), dan Busana (Wewastran). Kesenian Bali yang menyatu dalam tata-titi/tatanan kebudayaan Bali berfungsi baik Sakral (Wali), Semi Sakral (Bebali), maupun Profan (Balih-Balihan), telah menarik perhatian, kekaguman, dan kecintaan masyarakat dunia terhadap Bali.

Hal ini menyebabkan Bali menjadi pulau yang sangat terkenal di dunia (Kaloktah ring Satungkeb Bhuwana). Ragam karya, capaian estetika, beserta teknik artistik yang khas, detail, berkarakter, mewujud dalam sistem pengetahuan yang dialihgenerasikan dalam tata-titi kemasyarakatan Desa Adat bahkan telah menjadi sumber pengetahuan masyarakat berbagai negara.

  Peneguhan geneologis Krama Bali senantiasa ditopang warisan kearifan lokal yang suci, luhur, dan agung, diantaranya: tata nilai, norma, kebijaksanaan luhur, Upakara dan Upacara. Kearifan lokal telah menyatu padu dalam sanubari masyarakat Bali.

Setiap pribadi manusia Bali sejak dalam kandungan, lahir, tumbuh, dewasa, tua hingga meninggal dunia dituntun, disucikan, serta dimuliakan melalui tata-titi kearifan lokal Bali sehingga terbentuk pribadi berkarakter budi luhur. Upakara dan Upacara menjadi tata-titi kehidupan yang mesti dilaksanakan sebagai wujud dreda bhakti kepada Hyang Widhi Wasa, Bhatara Sasuhunan, Guru-Guru Suci, Leluhur, dan bukti welas asih kepada Alam Semesta beserta Isinya.

Baca juga: Gubernur Bali Wayan Koster Gemakan Nilai Sad Kerthi di hadapan 135 Negara Peserta Konvensi Minamata

Pada setiap wujud Dreda Bhakti, Krama Bali mempersembahkan Upakara. Upakara merupakan simbol-simbol suci, wujud ekspresi, wahana, sekaligus sarana untuk mendekatkan diri kepada Hyang Pencipta, Guru-Guru Suci, Leluhur, Sesama, dan Alam Semesta. Upakara dilaksanakan/dilakoni dengan landasan tulus ikhlas, semangat kebersamaan, Desa Kala Patra, Desa Mawacara, dan menjunjung nilai Kebenaran (Satyam), Kesucian (Siwam), dan Keindahan (Sundaram).

   Persembahan Upakara dilaksanakan melalui Upacara Yadnya yang dipimpin oleh Sulinggih atau Pamangku. Upacara Yadnya didasarkan pada siklus: wewaran, pawukon, sasih, dan tahun. Mulai dari Lima Harian (setiap Kliwon), Lima Belas Harian (Kajeng Kliwon), Tiga Puluh Harian (Purnama dan Tilem), Tiga Puluh Lima Harian atau Satu Bulan Bali (setiap Tumpek), Enam Bulanan atau 210 Hari Sekali (seperti Galungan Kuningan; Saraswati; Pagerwesi; dan lain-lain), Setahun Sekali (Ngusaba, Nyepi), 10 Tahun Sekali (Pancawali Krama), 100 Tahun Sekali (Eka Dasa Rudra), sampai 1000 Tahun Sekali (Baligya Marebhu Bhumi).

Upacara Yadnya dilaksanakan dalam skala tempat (Satuan Palinggih), Ruang (Pura, Setra, Perempatan/Catusphata atau Pertigaan, Pantai, Laut, Danau, Hutan, Mata Air, Sawah, dan Tegalan), dan Wilayah (Pekarangan, Desa Adat, Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Negara).

  Upakara dan Upacara Krama Bali memiliki tata-titi sangat unik yakni menyatukan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya dan Kearifan Lokal. Upakara dan Upacara yang sangat unik ini dilakukan sebagai wujud Rasa Bhakti dan terima kasih kehadapan Hyang Pencipta, Guru-guru Suci, dan Leluhur serta welas asih kepada Alam Semesta beserta Isinya. Bersamaan dengan itu keberadaan Upakara dan Upacara menjadi perekat kohesi sosial Krama Bali dari zaman dahulu hingga kini, sekaligus memutar roda perekonomian masyarakat.

Banyak Industri Kecil dan Menengah serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah milik Krama Bali yang bergerak di bidang produksi, distribusi, jasa, dan jual beli sarana Upacara. Penguatan ekosistem Upakara dan Upacara Dresta Bali telah ditata dari hulu sampai hilir. Di hulu, Pemerintah Provinsi Bali Bersama Desa Adat saling bersinergi dalam pengembangan Taman Gumi Banten; konservasi tanaman langka endemik Bali untuk sarana Upacara dengan memanfaatkan telajakan pekarangan rumah dan tanah palaba milik Desa Adat.

 Berefleksi dari sejarah peradaban Bali yang panjang, bahwa keberadaan Upakara dan Upacara yang menyatu padu langsung dengan seluruh Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, serta dilandasi Kearifan Lokal yang luhur dan suci terbukti tidak menjadikan Krama/Masyarakat Bali kekurangan pangan dan miskin.

Sebaliknya melalui Upakara dan Upacara yang menyatu padu dalam Kebudayaan Bali justru membuat Alam Bali menjadi lestari; Krama Bali memiliki jati diri, berkarakter, dan berkepribadian, serta kreatif-inovatif; dan Kebudayaan Bali menjadi semakin berkembang. Aktivitas Upacara terbukti telah mampu mendorong perekonomian lokal Krama Bali terus tumbuh, serta telah menjadikan Krama Bali sejahtera.

  ia menyebut, upakara dan Upacara Dresta Bali benar-benar merupakan fondasi eksistensi peradaban Bali sepanjang zaman, yang telah teruji menjadikan Bali eksis dan survive dengan kokoh, lentur, dan berkelanjutan serta memberi manfaat kesejahteraan dan kebahagiaan Krama Bali secara niskala-sakala dari dahulu sampai saat ini, berlanjut sampai masa mendatang, sepanjang zaman. Inilah tata-titi kehidupan Krama Bali yang telah diwariskan oleh Leluhur yang harus Kita jaga bersama keberlanjutannya sepanjang zaman.

 "Bayangkan betapa tidak mudah Guru-Guru Suci Kita menentukan lokasi Pura di puncak-puncak gunung, betapa sulitnya Pendahulu/Panglingsir Kita dalam membangun Pura di puncak-puncak gunung itu, berikut betapa loyal dan konsisten Krama Bali dalam melaksanakan Upacara Piodalan atau Pujawali dengan perangkat Upakara yang lengkap, yang dilaksanakan secara berkala sejak ribuan tahun hingga saat ini. Tidak pernah sekali pun, Beliau mengeluh, lelah, menyerah, apalagi secara sengaja mengabaikan dan meninggalkan Upakara tersebut," kata Gubernur Koster.

Ia menilai, tantangan, masalah, dan kondisi yang dihadapi justru semakin menebalkan rasa bhakti Beliau kepada Hyang Maha Pencipta. Spirit dari seluruh rangkaian perjuangan dan wujud bhakti Guru-Guru Suci, Leluhur, dan Panglingsir Bali inilah yang mesti Kita hormati, Kita junjung tinggi, Kita muliakan dengan meneladani dalam sikap dan semangat hidup kita bersama.

"Sungguh merupakan tindakan tidak terpuji mengagung-agungkan budaya luar, berikut membawa budaya luar itu ke Gumi Bali, membenturkan dengan budaya Bali, apalagi sampai meninggalkan dan menenggelamkan Kebudayaan Bali," kata Gubernur.

Ia berpendapat, hal ini benar-benar bertentangan dengan masyarakat dunia yang justru sangat mengagumi, mencintai, dan menghormati Kebudayaan Bali. Bahkan mereka sampai berulang kali mengunjungi Bali hanya untuk melihat kekayaan, keunikan, dan keunggulan Kebudayaan Bali.

  "Kita patut bersyukur, Bali memiliki Desa Adat yang diwariskan oleh Leluhur Bali, di mana Krama Desa Adat secara konsisten terus melaksanakan Upakara dan Upacara dengan tata-titi yang menyatukan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, dan Kearifan Lokal, sehingga secara otomatis kehidupan Seni-Budaya Bali terpelihara secara permanen dan berkelanjutan," ungkap Gubernur Koster.

Gubernur menilai, Seni-Budaya Bali tidak akan pernah mati, tidak akan pernah punah, dan tidak akan pernah redup, tetapi justru akan terus hidup dan berkembang di tengah-tengah kehidupan Masyarakat sepanjang zaman. Inilah yang menjadi kekuatan inheren Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali, sehingga Bali menjadi pulau yang sangat religius, kultural, tenget, dan mataksu. (ira)










TAGS :

Komentar