Redaksi9.com - Belum lama ini beredar sebuah video yang cukup menghebohkan di jagat maya, di mana seorang anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dicegat di pos penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jalan Daan Mogot, Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (7/7).
Penyegatan itu memicu perselisihan. Dalam rekaman yang tersebar luas di masyarakat, ada petugas yang tampak mendorong anggota Paspampres Praka Izroi saat meminta kartu anggotanya. Izroi mengatakan tidak bisa menunjukkan KTA dengan alasan masih diproses. Sebagai gantinya, ia menunjukkan identitas lain untuk membuktikan dia anggota TNI.
Namun, perselisihan berakhir damai setelah disadari ada kesalahpahaman yang terjadi.
Di media sosial banyak tersebar video yang menayangkan konflik dan arogansi petugas dalam penerapan PPKM Darurat ini. Konflik bisa dihindari jika terjadi komunikasi yang baik. Artinya, komunikasi merupakan elemen penting dalam menyelesaikan suatu konflik. Konflik terjadi karena satu pihak merasa benar, sementara pihak lain adalah pihak yang salah.
Akibat konflik, tentu merusak hubungan antara individu dengan sesama, individu dengan penyelenggara layanan yang berdampak luas dalam berkehidupan sosial.
Kita pahami, saat ini kasus harian Covid-19 di Indonesia meningkat tajam. Angka kematian dan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan kian bertambah. Masih rendahnya kesadaran masyarakat mematuhi protokoler kesehatan diduga menjadi salah satu penyebab sulitnya memutus rantai penularan Covid-19.
Sikap kurang peduli sebagian warga masyarakat mematuhi protokol kesehatan, khususnya 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir dan menjaga jarak) membuat angka kasus Covid-19 terus meningkat.
Kondisi ini diperparah lagi dengan sikap apatisme warga masyarakat terhadap bahaya dan pencegahan Covid-19, yaitu rasa tidak percaya bahwa Covid-19 benar-benar ada dan rasa yakin bahwa dirinya tidak akan bisa tertular Covid-19. Sikap apatis tentang bahaya Covid-19 tersebut membuat orang enggan mematuhi protokol kesehatan, termasuk kebijakan pemerintah yang ambigu dan membingungkan dalam penanganan Covid-19 ini.
Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat se-Jawa dan Bali juga masih diwarnai dengan pelanggaran-pelanggaran di lapangan. Masih ditemukan sejumlah aktivitas usaha seperti rumah makan belum ditutup pada waktunya.
Sejumlah perkantoran juga tetap melakukan aktivitas seperti biasa.
Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap berbagai ketentuan pembatasan PPKM Darurat, tentu saja akan menyulitkan pemerintah untuk bisa mengendalikan penularan dan penyebaran Covid-19. Pandemi Covid-19 ini dampaknya sangat luar biasa. Tak sedikit korban jiwa berjatuhan. Di sisi lain anjuran pemerintah untuk menjalankan beragam protokol kesehatan, juga terpaksa dilanggar.
Bukannya tak mau patuh pada anjuran pemerintah untuk tak meninggalkan rumah, namun jika tak bekerja lantas mau makan apa? Bisa-bisa orang akan mati bukan karena serangan virus namun karena kelaparan. Begitu komentar netizen yang sering kita lihat di media sosial.
Dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, kita tidak perlu saling menyalahkan. Kita harus membangun optimisme dan menumbuhkan kesadaran dari dalam diri mengenai pentingnya protokol kesehatan untuk melindungi diri sendiri dan orang-orang yang dicintai. Menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak mungkin terdengar sederhana, namun itu merupakan kunci yang dapat memberikan dampak yang sangat berarti dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini.
Dalam kondisi seperti ini, tak sedikit orang berempati dan saling peduli pada sesama. Mereka saling berdonasi untuk meringankan beban sesama. Idealnya komunikasi pun bisa dilakukan dengan empati dalam situasi pandemi seperti sekarang ini.
Komunikasi empatik mengedepankan bagaimana diri kita seperti sedang merasakan apa yang sedang diderita oleh orang lain. Komunikasi empatik berusaha lebih banyak memperhatikan apa yang menjadi keluhan dan kesulitan orang lain. Untuk itu komunikasi empatik idealnya dengan banyak mendengar, bukan komunikasi satu arah yang memaksa orang lain hanya mendengarkan dan menjalankan instruksi belaka.
Komunikasi empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling pengertian antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan interaksi yang membuat satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya.
Komunikasi empatik bisa dipahami dari kata empati. Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada saat tertentu, dari sudut pandang dan perspektif orang lain tersebut. Jadi komunikasi empatik dapat menjadi sarana untuk menjalin saling pengertian antara dua pihak.
Tujuan komunikasi adalah untuk memastikan informasi atau pesan dari komunikator dapat dimengerti orang lain (komunikan). Sukses dalam komunikasi ada prinsip yang harus dikedepankan yakni memiliki empati dan rasa hormat.
Di samping itu pesan yang disampaikan sangat mudah dipahami oleh audiens atau komunikan yang menjadi lawan bicara. Dengan pesan yang mudah dipahami, komunikan akan lebih cepat memproses maksud dan tujuan dari komunikasi yang dilakukan, sehingga komunikasi pun bisa berhasil dilakukan dengan baik.
Sangat penting bagi kita untuk memiliki pemahaman tentang empati dalam berkomunikasi. Empati merupakan sikap di mana kita mampu merasakan diri kita apabila berada di posisi orang lain. Tentu saja, dengan melakukan hal ini maka kita bisa lebih menggali makna dalam proses komunikasi yang kita lakukan.
Strategi komunikasi efektif yang baik juga hendaknya tidak memicu terjadinya perdebatan. Perdebatan mungkin bisa saja terjadi apabila memang konteksnya adalah perdebatan yang sifatnya positif. Namun demikian, apabila perdebatan yang terjadi justru perdebatan yang tidak menghasilkan solusi, tentunya ini hanya akan membuang banyak waktu.
Perbedaan pendapat adalah hal yang sangat wajar saat komunikasi terjadi. Sikap santun akan ditunjukkan manakala kita mampu memahami perbedaan yang terjadi dalam proses komunikasi tersebut. *
I Made Suyasa
Dosen di Prodi Ilmu Komunikasi Undiknas University.