”Cyber Bullying” dan Pelanggaran Etika di Medsos

I Made Suyasa

Redaksi9.com - Ada sejumlah grup Facebook yang saya ikuti, baik itu yang terkait politik, hobi, agama, pendidikan dan yang lainnya. Biasanya saya lebih tertarik membaca komentar-komentar netizen di media sosial (medsos). Ada yang lucu, biasa saja dan ada juga yang mencibir, menulis kalimat yang tidak pantas, dan mem-"bully" seseorang. Saya melihat banyak netizen asal komentar saja, tanpa berpikir panjang tentang dampaknya. Di sinilah saya merasa prihatin, ternyata "cyber bullying" dan pelanggaran etika itu masih marak terjadi di medsos.

Kehadiran medsos seperti Facebook, membuat penggunaan komunikasi digital ini berkembang dengan sangat pesat. Penyebaran informasi sangat cepat dan dapat dilakukan secara bebas, kapan dan di mana pun. Inilah yang menyebabkan media sosial sangat populer dan digunakan banyak orang. Jejaring sosial ini awalnya dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi, namun kini sudah berkembang sebagai sarana promosi, bisnis dan pencitraan.

Jika dianalogikan, medsos itu bak pisau bermata dua. Selain berfungsi sebagai sumber informasi dan komunikasi secara cepat, namun juga membawa dampak negatif. Pengguna medsos tentu tidak asing lagi dengan dampak negatif yang ditimbulkan, yakni menyebarkan informasi hoaks, ujaran kebencian, memutarbalikkan fakta, provokasi serta hal-hal yang berkaitan dengan SARA termasuk "cyber bullying". Penyebaran konten negatif ini sangat sulit dicegah lantaran masyarakat masih belum dibekali dengan informasi yang cukup untuk menangkal informasi-informasi seperti itu.

Saat berselancar di medsos, sangat mudah kita temukan bagaimana seorang pejabat negara, baik itu presiden, menteri dan yang lainnya termasuk pejabat di daerah seperti gubernur, bupati dan pejabat lainnya sering mendapatkan cibiran, "bully" dan ujaran tak senonoh di kolom komentar medsos.

Hal ini tentu saja memprihatinkan, karena telah terjadi pelanggaran etika di medsos. Seandainya cibiran, "bully" dan ujaran tak senonoh yang diungkapkan netizen itu dibaca oleh pejabat yang bersangkutan, saya tak bisa membayangkan bagaimana perasaannya.

"Bullying" pada dasarnya adalah bentuk dari tindakan atau tingkah laku agresif seperti mengganggu, menyakiti, melecehkan bahkan mengancam yang di lakukan secara sadar, bahkan secara sengaja yang dampaknya tentu saja menyebabkan gangguan secara psikis pada diri seseorang yang telah di-"bully" seperti takut, stres, cemas dan bisa depresi.

Dengan adanya medsos ini, "cyber bullying" sepertinya makin marak saja. "Cyber bullying" merupakan bentuk kekerasan di internet yang dilakukan atau dialami oleh seseorang. Biasanya pelakunya menggunakan akun palsu untuk melancarkan serangan terhadap seseorang di dunia maya. 

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di sejumlah grup Facebook, "cyber bullying" ini biasanya menyerang seseorang yang terlalu sering membuat postingan yang aneh-aneh sehingga memancing "cyber bullying". Bahkan, pejabat publik yang mengunggah kegiatannya di medsos, juga sering menjadi sasaran "cyber bullying", terlebih di tengah terpuruk perekonomian akibat pandemi Covid-19 ini. Pejabat publik sering menjadi sasaran kemarahan para netizen.

Seperti yang kita ketahui bersama, apapun yang diunggah ke media sosial tentu saja akan menimbulkan pro dan kontra. Terlebih menggunakan medsos, seseorang dengan mudahnya memberi komentar kepada orang lain, sekalipun tidak saling mengenal. Komentar yang tidak baik tentu saja akan membuat orang lain yang membacanya bisa merasa sakit hati. Apalagi jika menggunakan medsos, membuat 'status' yang berisi pernyataan yang belum tentu kebenarannya diketahui banyak orang bahkan menjadi viral sangat mudah untuk dilakukan.

Di medsos mudah sekali kita menemukan komentar asal-asalan atau sampah, walaupun ada juga komentarnya yang berbobot. Jarang ditemukan seseorang memberikan komentar di medsos didukung dengan data yang valid. Asalkan sudah komentar, mereka akan merasa puas tanpa memikirkan dampak dari komentar yang ditulis tersebut. 

Medsos adalah sarana komunikasi dan penyampaian informasi di ruang publik. Oleh karena itu etika harus dikedepankan agar proses komunikasi dapat berjalan dengan baik dan efektif. Apapun yang saat ini berkembang di medsos, baik itu penyampaian pesan, perbedaan pendapat dalam diskusi harus mengedepankan etika dalam berkomunikasi. Saat berkomunikasi di ruang publik, kita harus bersikap dewasa dan bertanggung jawab atas segala ucapan kita sampaikan di medsos.

Dalam konteks etika komunikasi, filsuf Aristoteles lewat pemikirannya "the golden mean" mengatakan kepalsuan, kebohongan, atau ketidakjujuran merupakan kejahatan. Sementara kebenaran adalah suatu wujud kemuliaan. Aristoteles menjelaskan etika lebih bersandar pada karakter ketimbang perilaku. Jadi netizen yang baik itu adalah orang yang menjunjung tinggi etika, berkaitan dengan kejujuran dan kebaikan. 

Etika merupakan prinsip-prinsip yang diterima untuk mengatur perilaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, sebelum mengatakan atau menyampaikan sesuatu kepada orang lain, kita memiliki tanggung jawab untuk memikirkan apa yang akan disampaikan dan konsekuensinya. Penggunaan medsos yang tidak proporsional dapat berujung pada tindak kriminal dan menimbulkan konsekuensi hukum. Hal penting lain yang harus dilakukan ketika kita berkomunikasi di medsos, kita harus tetap memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain. *

I Made Suyasa

*Penulis adalah tenaga pengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Undiknas University.


 

TAGS :

Komentar