Redaksi9.com - Dalam rangka meningkatkan sradha dan bhakti sesuai dengan ajaran agama Hindu, menjaga kemuliaan tempat-tempat suci agama Hindu, perlu melakukan Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan umat Hindu. Demikian diungkapkan, Gubernur Wayan Koster, Jumat (10/7).
Gubernur mengatakan, Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan umat Hindu dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan kesucian Pura, pencurian Pratima, dan penyalahgunaan Simbol Keagamaan, mencegah dan menanggulangi kerusakan, pengerusakan, pencurian, penodaan, dan penyalahgunaannya secara niskala-sakala.
"Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk mewujudkan, Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan berlandaskan aturan hukum secara terpadu dan bersifat niskala-sakala," ujarnya.
Baca juga: Peluncuran Pergub 24/2020, Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut di Bali Sekala Niskala
Memfasilitasi pencegahan dan menanggulangi kerusakan, pengerusakan, pencurian, penodaan, dan penyalahgunaan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan umat Hindu secara niskala-sakala.
Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan dilakukan dengan cara, inventarisasi; pengamanan; pemeliharaan; penyelamatan; dan publikasi.
Pengamanan Pura dilakukan untuk mencegah kerusakan, pengerusakan, penodaan, dan penyalahgunaan Pura.
Pengamanan Pura dilakukan oleh Pengempon Pura bekerjasama dengan Desa Adat dan Perangkat Daerah.
Pengamanan Pura dilakukan dengan melestarikan keberadaan Pura yang memiliki nilai sejarah dan/atau tinggalan terduga cagar budaya.
Pelestarian dilakukan secara proaktif oleh Pengempon atau masyarakat dengan melaporkan keberadaan Pura yang memiliki nilai sejarah dan/atau tinggalan terduga cagar budaya kepada instansi yang terkait. Setiap orang beragama Hindu dapat ikut serta dalam melakukan pengamanan Pura setelah mendapat persetujuan dari Pengempon Pura, Desa Adat dan Perangkat Daerah.
Pengamanan Simbol Keagamaan dilakukan dengan cara: menggunakan Simbol Keagamaan secara baik dan benar; menjaga Simbol Keagamaan untuk mencegah kerusakan, pengerusakan, pencurian, penodaan, dan penyalahgunaan; dan melaporkan pengerusakan, pencurian, penodaan, dan penyalahgunaan Simbol Keagamaan kepada Perangkat Daerah dan/atau aparat hukum.
Pemeliharaan Simbol Keagamaan dilakukan untuk mencegah kerusakan, penodaan, dan penyalahgunaan Simbol Keagamaan.
Penyelamatan Simbol Keagamaan dilakukan dengan cara revitalisasi dan restorasi. (ira).