Dekranasda Bali Kampanyekan Budidaya Ulat Sutera

Kunjungan Ny. Tri Tito bersama Ketua Dekranasda Bali ke pengrajin tenun di Bali

Redaksi9.com - Pemprov Bali melalui beberapa regulasi tengah mengintensifkan upaya pelestarian kain tenun ikat tradisional yang merupakan warisan adiluhung seperti songket dan endek.
Demikian diungkapkan Ketua Umum Dekranasda Bali Ny. Putri Koster, saat menerima kunjungan Ketua Harian Dekranas Ny. Tri Tito Karnavian, Sabtu (8/2)

Putri Koster mengatakan, upaya pelestarian menghadapi sejumlah tantangan, maraknya produksi kain printing dan bordir yang menduplikasi motif songket atau endek.

"Jika ini dibiarkan, ini sangat merugikan perajin yang menciptakan motif songket atau endek karena hasil karya mereka dijiplak. Dengan alasan tekstur kain lebih ringan, masyarakat cenderung membeli kain bordir atau printing," kata seniman serba bisa ini.

Ia menilai, sebagai bentuk inovasi dan kreatifitas, kehadiran kain bordir dan printing tak bisa dibendung. Solusinya, mereka harus menciptakan motif sendiri yang berbeda dari motif endek atau songket.

Untuk itu, motif songket perlu dipatenkan agar tak sembarangan dijilplak.

Putri Koster juga menilai, selain maraknya motif songket dan endek tiruan, usaha tenun ikat tradisional Bali juga dihadapkan pada kendala bahan baku benang seta makin surutnya minat tenaga kerja yang mau menekuni ketrampilan menenun.

Untuk ketersediaan benang, ia mengatakan, mencanangkan kampanye pemanfaatan pekarangan atau lahan kosong untuk penanaman pohon kapas atau budidaya ulat sutra.

"Dekranasda akan berkolabirasi dengan TP PKK Bali untuk pemanfaatan lahan pekarangan," ujar Putri Koster yang didampingi Kepala Dinas Perindustrian dan Pedagangan Provinsi Bali Ir. I Wayan Jarta.

Ny. Tri Tito Karnavian mengapresiasi langkah yang ditempuh Dekranasda Bali dalam pelestarian tenun ikat tradisional.

Menurutnya, setiap daerah punya kain tenun khas tradisional yang menjadi kekayaan nusantara.

"Saya mendukung upaya pelestarian yang dilaksanakan di tiap daerah, khususnya Bali," kata Ny. Tri Tito Karnavian.

Dalam kunjungan tersebut, dua lokasi yang dituju, Pertenunan Endek Patra milik I Gusti Made Arsawan di Bale Timbang, Penatih dan Baliwa Songket Collections milik I Ketut Ardenan di Banjar Abian Nangka Kelod, Desa Kesiman Petilan, Denpasar Timur.

Pemilik Pertenunan Endek Patra I Gusti Made Arsawan mengatakan, bahan baku benang untuk pembuatan kain tenun sebagian besar masih didatangkan dari luar Bali, bahkan untuk jenis sutra masih diimpor dari Tiongkok.

'Saya berharap ada gerakan hijau dengan memanfaatkan lahan non produktif untuk menanam kapas atau budidaya ulat sutra. Gerakan ini bisa dimulai dari tingkat desa didukung oleh penerapan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan lokal," ujar Arsawan.

Menurutnya, gengsi masyarakat Bali untuk mengenakan tenun khas tradisional perlu ditingkatkan untuk membendung produksi kain bordir atau printing yang meniru motif songket atau endek.

Ia juga berharap kain tenun ikat tradisional jangan diproduksi massal, namun harus dibuat eksklusif.

Selama ini motif kain endek di pasaran kebanyakan berbentuk geometeri. Namun dengan ide kreatif, Arsawan mampu membuat kain tradisional motif baru yang dinamai Tenun Patra.

Endek patra ini diciptakan mengambil prinsip tenun tradisional ikat atau endek dengan mengembangkan motif atau pepatraaan yang tidak lazim dalam produksi tenun ikat tradisional. Motif endek patra digali dari ornamen nusantara.

Arsawan mengatakan, poses pembuatan kain Tenun Patra tergolong lama karena dikerjakan dengan teknik yang rumit dan berbeda dengan pembuatan tenun umumnya.

Sementara I Ketut Ardenan, pemilik Baliwa Songket Collections dikenal dengan teknik lasem yang membuat kain songket menjadi lebih ringan dan mudah digunakan.

Dengan terobosan ini, Ardenan berharap masyarakat akan tertarik menggunakan kain songket yang selama ini terkesan berat dan kaku. (ira).

TAGS :

Komentar