Shivanata, 10 Tahun Memperkenalkan Tari Bali dan Jawa di Austria

Duta Besar Indonesia untuk Austria, Damos Dumoli Agusman, memotong tumpeng pada perayaan Hari Ulang Tahun ke-10 Kelompok Tari Shivanata (Shivanata Tanzgruppe) pada Sabtu (9/11) di Vienna, Austria. (Foto:wita)

Redaksi9.com - Meski jauh dari tanah air, para perempuan Indonesia yang berkeluarga dan menetap di Austria terus berkarya dan mengejar passion mereka dalam memperkenalkan budaya nusantara. Kelompok Tari Shivanata (Shivanata Tanzgruppe) didirikan pada 7 November 2014 sebagai wadah menyalurkan hobi dan bakat menari di sela-sela kesibukan rumah tangga mereka.

Salah satu pendiri Shivanata, Ida Ayu Nyoman Sawitri Handayani atau akrab disapa Dayu, menceritakan bagaimana kelompok tari ini dimulai dari sekumpulan ibu-ibu yang sering berkumpul saat menunggu anak-anak mereka di sekolah.

"Awalnya kami hanya sekadar ngobrol dan arisan. Tapi karena kami punya kesamaan minat dalam menari, akhirnya kami mendirikan grup tari ini," ungkap Dayu dalam perayaan 10 tahun Shivanata Tanzgruppe di Vienna, Austria pada Sabtu (9/10).

Pada tahun 2014, Dayu yang bekerja sebagai instruktur yoga mengajak rekan-rekannya untuk berlatih tari di studio kecil di Mariahilferstrasse, Vienna. Mereka memulai dengan tarian Bali dan kemudian berkolaborasi dengan grup gamelan Bali di Altenburg, Austria, yang seluruh penabuhnya adalah warga Austria. Kolaborasi pertama ini berlangsung pada Desember 2014 dan menjadi tonggak penting bagi perkembangan Shivanata.

Pada awal berdiri, Shivanata memperkenalkan Tari Bali, Rejang Dewa. Namun, seiring waktu, Tari Rejang Dewa hanya boleh ditampilkan dalam upacara adat dan keagamaan di Bali. Shivanata pun beralih menarikan tarian Bali lainnya seperti Tari Legong Kupu-Kupu Tarum, Tari Legong Keraton, dan Tari Pendet, hingga memiliki kurang lebih 15 tarian Bali klasik dan kreasi baru dalam koleksi mereka.

Selain tarian Bali, Shivanata juga memperkenalkan tari klasik dari Pulau Jawa, seperti Tari Nawung Sekar, Tari Sembah Pambuko, dan Tari Golek Ayun-Ayun. Dayu sendiri pernah menjadi koreografer selama 16 tahun di Yogyakarta dan dididik oleh maestro seni Bagong Kussudiardja. Setiap kali pulang ke Indonesia, ia kembali ke rumahnya di Yogyakarta, berlatih dan memperbarui tarian di padepokan seni untuk kemudian dibawa ke Austria. “Setiap tahun kami menampilkan tarian Bali dan menambahkan tarian lainnya sebagai selingan,” tambahnya.

Ketika menari, menurut Dayu, jiwa dari tarian tersebut harus masuk dalam diri sang penari. Salah satu tantangan terbesar adalah ketika durasi waktu penampilan dibatasi. Misalnya, jika durasi dibatasi menjadi 5 menit, Tari Legong Kupu-Kupu Tarum yang berdurasi 14 menit dengan penari mengenakan kostum Bali klasik, tidak bisa ditarikan.

Sejak didirikan dengan 8 anggota, Shivanata kini telah memiliki 16 anggota aktif dengan studio latihan yang lebih luas di Rasumofskygasse 16A. Latihan rutin diadakan setiap Jumat agar tidak mengganggu akhir pekan bersama keluarga. Kelompok ini tidak hanya tampil di acara yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Austria, tetapi juga dalam berbagai acara internasional dan privat.

Saat ini, keanggotaan Shivanata terbuka bagi siapa saja, tanpa batasan gender atau usia, bahkan berencana merangkul komunitas Austria. "Kami ingin terus menari selama kami mampu dan mengajak generasi muda serta komunitas Austria untuk mengenal budaya Indonesia," tutur Dayu.

Duta Besar Indonesia untuk Austria, Damos Dumoli Agusman, mengapresiasi kiprah Shivanata selama 10 tahun yang diinisiasi oleh kaum perempuan Indonesia di Austria. Menurutnya, kelompok ini menjadi wadah bagi diaspora Indonesia di Austria tidak hanya sebagai pengobat rindu, tetapi juga  sarana berbagi dan melestarikan budaya Indonesia bagi masyarakat yang tinggal jauh dari tanah air. (Wita / Koresponden Austria)

 

TAGS :

Komentar