Industri Rumput Laut Menjanjikan, Perlu Dukungan Pemerintah dan Perbankan

Salah seorang anggota Kampung Budi Daya Rumput Laut Nusa Lembongan, Pande Nyoman Rajin (Foto; ira)

Redaksi9.com - Rumput laut menjadi potensi besar di Nusa Lembongan. Namun, hal itu belum digarap maksimal. Anak muda kurang tertarik terjun ke pertanian. Apalagi, saat ini, nilai jualnya juga menurun. 

Salah seorang anggota Kampung Budi Daya Rumput Laut Nusa Lembongan, Pande Nyoman Rajin,  menuturkan, dirinya menjadi petani rumput laut sejak tahun 1984. Namun sempat berhenti pada tahun 2016 dan sejak Covid-19 ia kembali membudidayakan rumput laut dengan jenis rumput laut yang berbeda dari sebelumnya.

Dengan luas budi daya saat ini 38,4 hektar, Kampung Budi Daya Rumput Laut Nusa Penida Klungkung ini menampung sedikitnya 506 petani rumput laut.
“Saat ini kami mengembangkan jenis eucheuma cottoniistrain dan eucheuma spinosum. Hasil rumput laut biasanya dijual ke pengepul. Ada dua pengepul di Nusa Lembongan,” kata Rajin, saat ditemui para media yang mengikuti  ’’Ngeraos Sareng Media dan Capacity Building bersama KPw BI Bali’’ , Jumat (13/9) di Nusa Lembongan.

Ia menyebutkan, untuk saat ini harga jual 1 kilogramnya sebesar  Rp14 ribu, padahal dulunya  tahun 2020 harga satu kilogram mencapai  Rp40 ribu. “Saya kurang tahu mengapa harganya bisa jadi  turun dratis begitu,” ucap Rajin 

Baca juga: Potensi Nusa Lembongan Kembangkan Body Care Rumput Laut

Rajin menuturkan, saat panen 2-3 bulan, ia mendapatkan 12 keranjang besar. Dari 12 keranjang tersebut, setelah dipilah yang terbaik sisanya 5 keranjang yang ia jadikan bibit lagi.  Kemudian rumput laut basah tersebut dijemur sampai kering, lalu dijual kepada pengepul. 

Ia menuturkan, dari hasil budi daya rumput laut ini ia mendapatkan hasil bersih Rp6 juta per bulan. Ia mengaku cukup untuknya hidup bersama keluarga. Namun, hanya ia dan istrinya yang melakukan budi daya rumput laut karena kedua anaknya sudah bekerja di perhotelan. 
“Anak saya sudah bekerja di hotel karena dia tidak mau jadi petani rumput laut seperti kami. Katanya kotor dan hasil tidak menjanjikan.  Mungkin kalau harganya Rp40 ribu lagi, bisa jadi dia tertarik ikut terjun jadi petani. Jadi hanya saya dan istri yang ngurus rumput laut,” tutur Rajin. 

Baca juga: Ciptakan Pertumbuhan Ekonomi Bali Berkelanjutan, Tiga Hal harus Diperkuat

Menurut Rajin, rumput laut yang dibudidayakan terkendala  penyakit seperti busuk batang, pertumbuhan lambat karena batang retak yang mengakibatkan mudah putus oleh hantaman gelombang. Apalagi, saat gelombang pasang di bulan November  sampai Pebruari hasil yang ia terima lebih sedikit dari biasanya. “Kami tidak selalu  mendapatkan hasil yang bagus, karena sering juga gagal panen,” imbuhnya.  Karena gagal panen, untuk biaya kehidupan sehari-hari, ia mengambil tabungan. “Saat banyak hasil, biasanya saya menabung. Nah, saat gagal panen, ada simpanan uang yang bisa diambil,” tutur Rajin. 

Oleh karena itu, Rajin sangat berharap mendapatkan pembinaan baik untuk mengatasi soal pasar, masalah penyakit, dan masalah bibit.  “Saya tidak tahu bagaimana solusinya, apakah bibit kurang bagus, atau bagaimana sehingga kami perlu pembinaan,” kata Rajin.

Ia menambahkan,  sempat mendapatkan pembinaan dari dosen dari sebuah universitas di Denpasar dan pembinaan dari Bank BRI. Namun, sekarang sudah tidak lagi. “Kami berharap, ada lagi yang memberikan kami pembinaan,” ujarnya. 

Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Andy Setyo Wibado, yang ikut kunjungan lapangan ke petani rumput laut tersebut menilai,  pengembangan rumput laut di Nusa Lembongan memerlukan dukungan dari berbagai pihak untuk memastikan keberlanjutan dan pertumbuhan sektor ini. Misalnya, dukungan dari  pemerintah pusat, diperlukan komitmen  yang jelas, industri ini menjadi prioritas untuk dikembangkan.  “Perlu juga, dukungan dalam bentuk regulasi, untuk bisa menjaga kesejahteraan petani karena banyak petani beralih ke sektor lain karena merasa sektor ini belum mampu dijadikan mata pencaharian utama. Anak-anak muda beralih ke pariwisata karena merasa sektor rumput laut belum bisa menjamin  masa depan mereka,” ujar Andy. 

Baca juga: Dahlan Iskan: Wartawan Jangan jadi Tim Sukses

Selain itu, ia menilai, penguatan hilirisasi sangat penting agar rumput laut dapat diolah menjadi produk bernilai tambah, sehingga menarik bagi masyarakat sebagai mata pencaharian. “Perlu upaya agar para petani tidak hanya menghasilkan rumput mentah tapi juga rumput laut yang sudah diolah, seperti body care, body lotion, dan sun block,” kata Andy. 

Menurutnya, pemerintah perlu memberikan  pelatihan dan pendampingan, sehingga petani tidak hanya berhenti di bahan mentah, namun,  bisa  mengolah produk turunan yang lebih memilki nilai tambah. 

Dukungan lain, kata Andy lagi, bisa juga perbankan. “Selama ini kredit untuk sektor perikanan dan rumput laut masih relative kecil karena  sektor ini dipandang memiliki risiko yang besar, terancam situasi iklim cuaca.  Agar perbankan merasa nyaman, perlu dipertimbangkan jaminan baik itu dari pemerintah pusat atau pemda. Bisa juga dalam bentuk asuransi,” ujarnya. 

Sementara, inovasi dalam pengembangan produk berbasis rumput laut juga diperlukan agar daya saingnya meningkat di pasar domestik dan internasional. Termasuk kerja sama dengan daerah lain maupun luar negeri harus dibuka untuk memperluas pasar, guna memaksimalkan potensi ekonomi yang dimiliki oleh rumput laut.

“Perlu inovasi yang bisa menjadikan rumput laut produk unggul dengan risiko sekecil mungkin.  “Perlu lembaga riset bagaimana membuat rumput laut yang tahan cuaca, bagaimana membuat rumput laut tahan terhadap hama atau serangan hama, sehingga produktivtas tetap tinggi,” kata Andy. 

Inovasi lain, dalam bentuk alat yang bisa mendukung budi daya rumput laut. Selama ini budi daya rumput laut dikembangkan dengan cara tradisional. “Perlu  dilakukan terobosan agar rumput laut dikelola dengan lebih modern dan canggih sehingga produktivitas meningkat,” ujarnya.   (ira)


 

TAGS :

Komentar