Redaksi9.com - Sebagai lulusan perhotelan, pada tahun 2015, tour guide asal Manggarai ini memulai usaha di bidang pariwisata yang berfokus pada tourist consultant. Ia berencana membuat usahanya produktif sepanjang satu kilometer sepanjang Kuta Selatan yang diisi oleh satu orang karyawan. Sampai saat ini, sudah ada lima orang yang mengisi tiap titik yang direncanakannya. Namun, semenjak terjadi pandemi covid-19 yang berdampak langsung pada sektor pariwisata, usahanya juga terdampak karena para wisatawan mulai sepi berdatangan.
“Saya jualan tisu, gula sampai ke Jimbaran waktu covid sambil mangkal di pinggir jalan,” ujar pemilik usaha tourist consultant, Arka pada Sabtu (27/7). Saat itu, dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengandalkan usaha tourist consultant dalam memenuhi kebutuhannya.
Menurutnya, penjualan setelah pandemi itu terus meningkat. “Saya merasa sendiri setelah covid wisatawan banyak yang overstay disini dan membludak,” katanya. Saat keadaan berangsur membaik, usahanya pun berjalan normal dan produktif.
Sebagai tour guide, ia mengatakan tempat wisata yang berada di Bali tersebar dan banyak terdapat di daerah Ubud. “Daerah Ubud itu diisi orang-orang yang produktif dengan banyak sekali produksi kerajinan,” kata Arka,
Ia kerap mengalami kendala saat menjalankan usaha tourist consultant yang harus berhadapan dengan karakter masing-masing wisatawan. “Kendalanya kalau jemput tamu biasanya on time, misalnya minta dijemput jam delapan tapi keluarnya baru jam sembilan, lebih banyak kendala-kendala positif seperti ini” katanya.
Dalam memahami karakter wisatawan pentingnya untuk menjaga keramahan dan mempertahankan kualitas pelayanan. “Intinya kalau saya tetap jaga image, senyum, say hello ke wisatawan. Sebagai pelayan pariwisata kita harus sabar, budaya malu, tidak boleh sembarangan. Kalau ada tamu yang rewel saya jarang temui karena tamu kalau sudah ke Bali biasanya sudah belajar sebelumnya kalau Bali itu bagaimana adatnya, budayanya. Mungkin 35 persen sisi negatifnya 65 persen sisi positifnya,” ujar Arka.
Ia menilai, wisatawan yang berasal dari berbagai negara memiliki cara ingin diperlakukan yang berbeda-beda. “Kalau tamu Australia tidak suka waktu yang lebih dua sampai tiga jam. Kalau tamu India itu tidak bisa misal program 10 hours tidak boleh dikurangi atau dilebihi,” ujarnya.
Selama mengelola tourist consultant, ia banyak belajar dari apa yang terjadi di jalanan. “Kalau saya belajar setiap hari di street way itu driver tidak menyukai tamu India termasuk saya. Biasanya saya main di mindset saya kasih high price biar sepadan karena kendala di jalan itu ruwet. Kadang ada yang mengerti dengan kita,” katanya.
Kesabaran memang diperlukan dalam menangani berbagai macam karakter wisatawan. “Untuk usaha tourist terkait pelayanan untuk tamu semuanya berjalan lancar, Cuma kendalanya ada di permainan harga karena sudah banyak tempat booking online yang menawarkan harga yang bervariasi,” ujar tour guide sekaligus driver ini.
Penulis: Ni Kadek Ari Septia Santi (Mahasiswa PKL Ilmu Komunikasi Undiknas Denpasar)