Redaksi9.com - Sejumlah tokoh di Bali menyampaikan usulan mengenai pentingnya meditasi untuk mencegah masyarakat mengalami depresi maupun aksi bunuh diri, di tengah angka suicide rate atau tingkat bunuh diri di Bali menjadi yang tertinggi di Indonesia berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Indonesia Polri.
Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri yang menerima laporan kasus bunuh diri sepanjang 2023, angka suicide rate atau tingkat bunuh diri di Bali mencapai 3,07. Suicide rate dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk. Tercatat pada 2023 ada 135 kasus bunuh diri di Bali yang dilaporkan.
Selain Bali yang menempati tingkat bunuh diri tertinggi, kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menempati peringkat kedua yang memiliki angka suicide rate 1,58. Peringkat ketiga Provinsi Bengkulu dengan suicide rate 1,53. Sementara, Aceh yang menempati posisi buncit dari seluruh provinsi di Indonesia, angka suicide rate-nya 0,02.
"Saya sangat prihatin kasus bunuh diri di Bali tinggi. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa penyebab bunuh diri karena beban atau masalah ekonomi, politik, keluarga, bahkan asmara," tutur Rektor Universitas Hindu Negeri (UHN) IGB Sugriwa Denpasar Prof Dr IGN Sudiana di Denpasar, Kamis (25/7).
Sudiana menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan reses anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Made Mangku Pastika dengan tema Menggugah Kepedulian Tingginya Angka Bunuh Diri di Bali yang menghadirkan narasumber Prof. Dr. dr. LK Suryani,Sp.Kj., Dirut RSJ Provinsi Bali, Ketua PHDI Provinsi Bali dan sejumlah praktisi.
"Meditasi (semadi) dan yoga akan menguatkan jiwa, sehingga dapat mencegah tekanan jiwa yang berujung aksi bunuh diri," ucap mantan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali itu.
Prof Sudiana menambahkan, berdasakan hasil penelitian di Amerika menemukan anak-anak nakal yang diajarkan meditasi ternyata hasilnya sangat bagus. Bahkan anak-anak itu bisa memberi vibrasi positif kepada lingkungannya.
Oleh karena itu, ia menyarankan pemberian latihan meditasi atau yoga di berbagai kalangan, bahkan di sekolah-sekolah karena dengan meditasi ini bisa mempengaruhi pikiran jadi seimbang dan positif.
Sementara itu, terjadinya bunuh diri menurut ahli kejiwaan Prof. Dr. dr. LK Suryani,Sp.Kj karena orang Bali makin tak punya kekuatan seperti dulu. Sebagian ruang sudah diberikan ke orang (luar) dan beban upacara cukup banyak serta faktor hubungan seksual.
Prof. Suryani juga menyarankan jangan melakukan hubungan seks bebas sebelum menikah karena sangat penting melahirkan anak berkualitas yang akan berpengaruh pada perkembangan kejiwaannya.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengatakan masalah Bali saat ini makin kompleks, seperti kemacetan, wisatawan yang bertingkah, narkoba dan persaingan kerja makin ketat sehingga sangat berpengaruh pada mental.
"Jadi kondisi ini jangan dibiarkan terus. Harus ada solusinya, ada yang bisa berbuat. Perlu dipikirkan seperti apa pemimpin Bali ke depan yang mau peduli dengan kondisi Bali," katanya.
Gubernur Bali periode 2008-2018 itu berharap lembaga sosial kemasyarakatan bisa bersuara untuk mencari solusi terkait bunuh diri ini, dan tentunya tidak bisa terlalu bergantung hanya pada pemerintah.
Betapa meditasi sangat bermanfaat, lanjut Pastika, juga telah terbukti pada para siswa di SMA Negeri Bali Mandara yang sebelumnya masuk dalam kondisi IQ pas-pasan, tetapi setelah mendapatkan Transcendental Meditation (TM), ternyata bisa menjadi anak yang cerdas.
"Kalau bisa ini diterapkan juga di sekolah-sekolah lain, mudah-mudahan dapat menekan kasus bunuh diri," kata Pastika.
Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bali dr. Ni Wayan Murdani, MAP mengatakan percobaan pasien bunuh diri memang cukup banyak dan di tahun 2021 ada 16 orang.
Menurut Murdani, perlu digaungkan pula bahwa sakit mental juga merupakan salah satu sakit sehingga memerlukan terapi atau penanganan. RSJ Bangli saat ini ada 240 pasien rawat inap dan 70 yang rawat jalan.
Sementara itu ahli kejiwaan Dr. dr. Cok. Bagus Jaya Lesmana, Sp.Kj. mengatakan penyebab bunuh diri ini kompleks. Data tahun 2000 sampai sekarang selalu ada kasus bunuh diri. "Kasus bunuh diri tidak memandang usia, jenis kelamin, tingkat Pendidikan dan sebagainya," ucapnya.
Ketua DPD Prajaniti yang juga pemerhati sosial dr I Wayan Sayoga mengatakan kasus bunuh diri terjadi di antaranya dapat berasal dari persoalan di rumah tangga, mulai dari persoalan suami-istri, saudara bahkan dengan orangtua, juga soal warisan. Selain itu beban sosial masyarakat juga berpengaruh.
"Kasus bunuh diri bukan hanya di kota juga desa dan banyak dari kalangan muda. Selain itu dengan kondisi individu yang makin individualistik sehingga menjadi tidak ada tempat untuk berkeluh kesah," katanya.
Menurut Sayoga, meditasi merupakan ilmu pengetahuan yang telah diterapkan selama ribuan tahun yang bisa mengantarkan manusia pada kebahagiaan dan kedamaian, serta kesehatan fisik menjadi bonusnya.
Tetapi ia mengingatkan untuk mengenalkan meditasi kepada generasi muda tidak bisa menggunakan pendekatan agama, harus dengan pendekatan yang berbeda yakni bagian dari ilmu dan teknologi sehingga generasi muda bisa menerima.
"Lingkungan keluarga juga harus membangun komunikasi yang baik, hidup rukun dan tidak ada konflik sehingga anak-anak merasa nyaman dan terhindar dari tekanan mental," kata Sayoga.
Ketua PHDI Bali Nyoman Kenak juga mengatakan para pemuka agama dalam berbagai kesempatan telah diselipkan terkait upaya mencegah kasus bunuh diri.(ls/kis)