Rapat Dewan Komisioner OJK: Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil

Kegiatan OJK (foto:ist)

Redaksi9.com - Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan  (OJK) pada 29 Mei 2024 menilai sektor jasa keuangan terjaga stabil yang didukung  oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas memadai di tengah ketidakpastian  global akibat masih tingginya tensi geopolitik, potensi meluasnya perang dagang,  serta kinerja perekonomian global yang masih di bawah ekspektasi. 

Tensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat (AS)  dan beberapa negara Amerika Latin terhadap produk Tiongkok, baik produk green  technology maupun besi-baja. Pengenaan tarif ini berisiko memperluas perang dagang  mengingat Tiongkok adalah mitra dagang utama dan salah satu investor terbesar di  Kawasan Amerika Latin. 

Di AS, tekanan inflasi kembali mereda di tengah moderasi pasar tenaga kerja dan  kinerja sektor riil. Hal ini mendorong meredanya tekanan di pasar keuangan global  setelah pasar kembali berekspektasi penurunan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak dua kali di akhir tahun 2024. 

Sementara itu, otoritas moneter di Eropa diekspektasikan akan lebih akomodatif  untuk mendorong perekonomian yang lemah di tengah tingkat inflasi yang terus  mereda. Pasar mengekspektasikan penurunan suku bunga pada Juni dan tiga kali  pemotongan di 2024.  

Di Tiongkok, menyikapi indikasi masih lemahnya kinerja perekonomian, Pemerintah  menerbitkan insentif fiskal yang cukup agresif yang dibiayai oleh penerbitan special  long-term bond sebesar CNY 1 triliun (sekitar USD138 miliar), penerbitan ke-4  sepanjang sejarah setelah diterbitkan pada 1998 (Asian Financial Crisis), 2008 (Global  Financial Crisis), dan 2020 (pandemi).  

Bank sentral juga akomodatif dengan menyuntikkan likuiditas ke sistem keuangan  dan peluncuran beberapa kebijakan untuk mendorong pembiayaan di sektor properti.  Sejalan dengan Tiongkok, Pemerintah dan Bank Sentral India juga melakukan  buyback surat utang jangka panjang dan pendek untuk meningkatkan likuiditas di  pasar dan menurunkan yield. 

Di perekonomian domestik, pertumbuhan ekonomi di Q1 2024 lebih tinggi dari  ekspektasi pasar didorong oleh pengeluaran pemerintah dan Lembaga Non Profit yang  Melayani Rumah Tangga (LNPRT) sejalan dengan periode Pemilu, kebijakan kenaikan  gaji dan pembayaran THR PNS/Pensiunan, serta periode Ramadhan/lebaran. Namun  demikian, indikator perekonomian di awal Q2 2024 menunjukkan moderasi  pertumbuhan khususnya data-data terkait permintaan masyarakat dan kinerja  sektor yang terkait komoditas.

Di pasar saham, IHSG terkoreksi 4,15 persen ytd ke level 6.970,74 (melemah 3,64  persen mtd), dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp11,825 triliun atau naik 1,29  persen ytd, serta membukukan net sell sebesar Rp6,25 triliun ytd. Pelemahan terjadi  di antaranya di sektor teknologi serta transportasi dan logistik (secara ytd). Di sisi  likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham tercatat Rp12,17  triliun ytd. 

Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI menguat 1,53 persen ytd ke level 380,33,  dengan yield SBN pada 30 Mei rata-rata naik sebesar 22,40 bps (secara ytd) dan non resident mencatatkan net sell sebesar Rp35,08 triliun. Untuk pasar obligasi korporasi per akhir Mei 2024, investor non-resident juga mencatatkan net sell sebesar Rp1,57  triliun ytd.  

Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) tercatat  sebesar Rp822,48 triliun (turun 0,27 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB)  reksa dana tercatat sebesar Rp482,23 triliun atau turun 3,83 persen ytd dan tercatat  net redemption sebesar Rp75,94 triliun ytd pada 31 Mei 2024.  

Penghimpunan dana di pasar modal masih dalam tren yang positif, tercatat nilai  Penawaran Umum sebesar Rp86,92 triliun dengan 18 emiten baru. Sementara itu,  masih terdapat 141 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif  sebesar Rp56,92 triliun.  

Sedangkan untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang  merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, sejak pemberlakuan ketentuan SCF  hingga Mei 2024 telah terdapat 17 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari  OJK dengan 546 Penerbit, 174.873 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar  Rp1,13 triliun.  

Pada Bursa Karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 31 Mei 2024,  tercatat 62 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar  608.427 tCO2e dan akumulasi nilai sebesar Rp36,77 miliar, dengan rincian nilai  transaksi 26,86 persen di Pasar Reguler, 22,88 persen di Pasar Negosiasi dan 50,26  persen di Pasar Lelang. Ke depan, potensi Bursa Karbon masih sangat besar  mempertimbangkan terdapat 3.765 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri   Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon  yang dapat ditawarkan. 

Baca juga: OJK Terbitkan Aturan Terkait Produk Asuransi dan Saluran Pemasaran

Dalam rangka penegakan ketentuan di bidang Pasar Modal: 

1. OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin Perusahaan  Efek sebagai Manajer Investasi Syariah atas nama PT Paytren Aset Manajemen. 

2. OJK juga telah mengenakan Sanksi Administratif atas dua pelanggaran di bidang  Pasar Modal, dengan rincian sebagai berikut: 

a. Sanksi administratif berupa denda sebesar Rp26.500.000.000,00 kepada 15  pihak terkait pelanggaran Pasal 91 dan Pasal 92 Undang-undang Pasar Modal  (UU PM) atas kasus Perdagangan Saham PT Danasupra Erapacific Tbk Periode  Mei s.d. Oktober 2016; dan 

b. Sanksi administratif Berupa Peringatan Tertulis kepada tiga pihak terkait  pelanggaran Pasal 107 UU PM atas kasus pemalsuan meterai dalam  Permohonan Perpanjangan Izin Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE). 

3. Selanjutnya selama 2024, OJK telah mengenakan sanksi administratif atas  pemeriksaan kasus di Pasar Modal kepada 75 Pihak yang terdiri dari sanksi  administratif berupa denda sebesar Rp49.375.000.000,00, 14 Perintah Tertulis,  1 Pencabutan Izin Usaha Manajer Investasi, 1 Percabutan Izin Orang  Perseorangan, dan 5 Peringatan Tertulis serta mengenakan sanksi administratif  berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp36.416.260.000,00  kepada 380 pelaku jasa keuangan di Pasar Modal dan 58 Peringatan Tertulis atas  keterlambatan penyampaian laporan, serta mengenakan 2 sanksi administratif  berupa Peringatan Tertulis atas selain keterlambatan (Non Kasus). 

Baca juga: OJK dan Kemenlu Kerja sama Pelindungan Konsumen dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan

Perkembangan Sektor Perbankan (PBKN)  

Kinerja industri perbankan per April 2024 tetap resilien dan stabil didukung oleh  tingkat profitabilitas (ROA) sebesar 2,51 persen (Maret 2024: 2,62 persen) dan NIM  sebesar 4,56 persen (Maret 2024: 4,59 persen). Permodalan (CAR) perbankan masih  di level yang relatif tinggi yaitu sebesar 25,99 persen (Maret 2024: 25,96 persen),  menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi ketidakpastian global.  

Dari sisi kinerja intermediasi, pada April 2024, secara mtm kredit mengalami  peningkatan sebesar Rp66,05 triliun, atau tumbuh sebesar 0,91 persen mtm. Adapun  secara tahunan, kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 13,09 persen  (yoy) menjadi Rp7.310,7 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi  tumbuh tertinggi yaitu sebesar 15,69 persen yoy. Sementara itu, secara nominal yang  terbesar adalah Kredit Modal Kerja yang mencapai sebesar Rp3.319,15 triliun.  

Ditinjau dari kepemilikan bank, Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan  kredit yaitu tumbuh sebesar 15,42 persen yoy. Penyaluran kredit yang cukup  signifikan tersebut melanjutkan tren pertumbuhan kredit sejak periode sebelumnya  dan searah dengan target pertumbuhan tahun 2024. Tren pertumbuhan kredit yang  baik ini menunjukkan dukungan dan komitmen perbankan yang tinggi dalam  mendukung pertumbuhan ekonomi. 

Sejalan dengan pertumbuhan kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami  pertumbuhan positif. Pada April 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 0,60 persen  mtm atau meningkat sebesar 8,21 persen yoy (Maret 2024: 7,44 persen yoy) menjadi  Rp8.653 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 11,81  persen yoy.  

Baca juga: OJK Perkuat Karakteristik Produk Syariah dan Manajemen BPRS

Likuiditas industri perbankan pada April 2024 memadai dengan rasio Alat  Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK)  masing-masing sebesar 113,9 persen (Maret 2024: 121,05 persen) dan 25,6 persen  (Maret 2024: 27,18 persen), atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50  persen dan 10 persen. Kondisi tersebut searah dengan likuiditas global yang cukup  ketat di tengah kebijakan bank sentral AS yang mempertahankan suku bunga tinggi  (high for longer). 

Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross perbankan  sebesar 2,33 persen (Maret 2024: 2,25 persen) dan NPL net sebesar 0,81 persen (Maret  2024: 0,77 persen). Adapun NPL gross UMKM di April 2024 tercatat 4,26 persen  (Maret 2024: 3,98 persen) dan NPL net 1,54 persen (Maret 2024: 1,45 persen).  

Peningkatan NPL gross UMKM utamanya pada segmen kredit kecil dan mikro yang  naik menjadi 3,89 persen di April 2024 (Maret 2024: 3,65 persen). Walaupun  demikian, perbankan telah mengantisipasi kenaikan NPL UMKM tersebut dengan  membentuk CKPN kredit UMKM sebesar Rp85,5 triliun dan perbandingan antara total  CKPN UMKM terhadap total NPL UMKM mencapai sebesar 137,37 persen. 

Dalam rangka penegakan hukum dan pelindungan konsumen di sektor Perbankan,  serta sebagai bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga  dan memperkuat industri perbankan, OJK telah mencabut izin usaha PT BPR Bank  Jepara Artha (Perseroda) pada 21 Mei 2024. (rdk)

TAGS :

Komentar