Redaksi9.com - Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI menggelar seminar nasional bertema “Penguatan Kelembagaan dan Peningkatan Kapasitas Perempuan Parlemen di Bali”, Minggu (9/7) di Sanur.
Ketua KPP Provinsi Bali, Dr. IGA Diah Werdhi Srikandi dalam kata pembukanya mengatakan, kiprah perempuan parlemen di Indonesia dalam catatan sejarahnya sudah tidak perlu diragukan karena mereka sudah bergerak di garda terdepan dengan perjuangannya masing-masing. Namun, memang tantangan yang bersifat pasang surut, sporadis, dan kurang terorganisir mengakibatkan perjuangan mereka masing belum maksimal.
“Melalui wadah KPP ini, kami para perempuan yang terjun di bidang politik ingin menunjukkan bahwa kami mampu mengorganisir diri dengan baik, dan mampu memiliki ide, gagasan, dan inisiatif secara bersama-sama dengan baik. Mampu mengkoordinasikan termasuk memonitor dan mengevaluasi jika gagasan tersebut belum optimal. Kami bersama-sama saling jaga dan menguatkan serta saling mendukung satu dengan yang lain. Kita tunjukkan kesatuan dalam bekerja sama secara terukur dan berkesinambungan,” kata Diah Werdhi.
Sebagai Ketua KPP, ia sangat berharap, suasana kekeluargaan kebersamaan dapat diciptakan dan semangat yang pudar mulai tumbuh dan berkembang di hati dapat diwujudnyatakan dalam pengabdian kepada Indonesia, Bali, terutama 9 kabupaten/kota.
Ia mengatakan, tema seminar nasional ini sangat relevan dengan perhelatan pemilihan umum yang akan diselenggarakan tahun 2024. Sesuai UU Nomor 22 Tahun 2007, yang mengatur bahwa penyelenggaraan pemilu memberi kesempatan keterwakilan perempuan minimal 30 persen.
"Sedangkan Bali dalam Pemilu Legislatif tahun 2019 belum mampu mengantarkan keterwakilan perempuan 30 persen baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Begitu juga di tingkat nasional. Dari tahun 1999-2019 Bali belum berhasil mengantarkan perempuan sebagai anggota DPR RI," ungkap Diah Werdhi.
Tujuan seminar nasional ini adalah untuk meningkatkan kesadaran perempuan di dunia birokrasi dan parlemen. Termasuk Keberhasilan perempuan dalam pengambil keputusan yang lebih akomodatif dan substansial. Termasuk juga, menguatkan demokrasi agar lebih mendukung kebijakan pro perempuan dan anak di ruang public.
Ia menilai, untuk menjawab isu-isu yang menghambat perempuan untuk berkiprah di dunia politik selama ini, perlu pemahaman rekomendasi kebijakan yang tepat. Selain itu, berkiprah dan berpartisipasi di dunia politik adalah tugas mulia untuk membangun bangsa dan negara.
Diah Werdhi berharap, anak perempuan yang mengikuti pendidikan dasar politik harus didorong mengikuti organisasi dan advokasi kepada para perempuan supaya terpanggil untuk berkiprah di bidang politik.
Ia menegaskan, KPP adalah wadah organsiasi parempuan legislatif yang berbaur tanpa melihat warna baju partai, Bersama-sama untuk kepentingan dalam satu bendera. Cerita sukses KPP adalah cerita bersama perempuan berkiprah di politik. "Kami buktikan walaupun berasal dari berbagai parpol kami mau berkerja sama dan bersinergi untuk kepentingan bersama menyejahterakan masyarakat," tegasnya.
Diah juga menyebut, KPP juga telah membentuk sekolah perempuan politik dengan narasumber yang mumpuni juga sebagai mitovator dari Universitas Udayana, Universitas Mahendradatta, dan Universitas Ngurah Rai.
Sementara, Menteri PPPA, Bintang Puspayoga memberi apresiasi para perempuan yang hadir dalam seminar nasional tersebut.
Ia mengatakan, jika melihat dari data Indeks pembangunan, hanya 76,2 persen keterwakilan perempuan di Lembaga. Artinya, keterwakilan perempuan belum maksimal. Ia sangat berharap, para perempuan harus saling dukung, saling memotivasi, dan saling menginpirasi. “Perempuan harus Dukung Perempuan,” kata Bintang Puspayoga.
Ia juga berpandangan, minimnya perempuan berkiprah di politik karena budaya patriaki. Disamping itu, perempuan tidak memiliki akses dan belum maksimal menikmati pembangunan termasuk ruang publik.
BIntang menyampaikan, keterwakilan perempuan di parlemen belum bisa terpenuhi baru berkisar 20,8 persen. Namun dengan perkembangan PAW lumayan meningkat. Tahun 2021 menjadi 21,7 persen. Ironisnya, kata Bintang, pernyataan dari ketua partai politik bahwa sulitnya mencari calon perempuan untuk maju ke politik. Bahkan mereka harus membayar agar mereka mau menjadi calon.
Bintang juga mengatakan, rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen tidak hanya dialami di Bali, tapi juga di Indonesia.
“Dari pandangan Fraksi, alasannya, sulit mencari calon perempuan. Untuk itu, kami sangat berharap, ada komitmen dari Ketua Parpol untuk memberi kesempatan perempuan untuk maju dan akses kepada perempuan jangan ditutup,” pesan Bintang.
Bintang juga memaparkan beberapa upaya yang telah dilakukan Kementerian PPPA dalam memberdayakan perempuan. Salah satunya, dengan mengembangkan pelatihan perempuan di pedesaan.
Ia menyebut, sampai saat ini, terdapat 3700 kepala desa perempuan di Indonesia. “Dari 3700 kepala desa perempuan yang ada di Indonesia, saya sempat melakukan diskusi, mereka mengatakan betapa sulitnya mereka berjuang. Salah satunya di Aceh. Menjadi kepala desa bukanlah hal yang mudah. Ketika mereka terpilih sudah tergambar apa yang bisa mereka lakukan,” ungkapnya.
Banyaknya persoalan yang dialami perempuan ini, diharapkan Bintang dapat dicarikan rekomendasi dalam seminar nasional ini. “Strategi apa yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan keterwakilan perempuan dan hak perempuan khususnya hak perempuan yang ada di Bali,” ujarnya.
Seminar nasional ini menghadirkan tiga narasumber, staf Ahli Kementerian PPPA I GA Astrid, Ketua LSM Bali Sruti Luh Riniti Rahayu dan Sekretaris LBH APIK Bali Luh Putu Anggreni. Seminar nasional ini diikuti para perempuan yang tergabung dalam Kaukus Perempuan Parlemen Provinsi Bali dan kabupaten/kota, Instansi terkait, dan para calon legislatif. (ira)